2 Fenomena Unik Gempa-Tsunami di Palu, Hingga Penjelasan Ilmiah Hilangnya Desa Petobo



Gempa ratusan kali yang terjadi di Palu & Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, memunculkan sejumlah diskusi ilmiah. 

Pengamatan dan diskusi menyimpulkan bencana yang menyebabkan lebih dari 1.000 orang meninggal ini unik.

Fenomena Pertama


Fakta menunjukkan gempa bermula di darat dan bersifat horisontal. 

Meski demikian, goncangan tersebut memicu fenomena lukuifaksi atau liquefaction alias pencairan tanah.

Gambaran sederhana tanah terdiri dari beberapa lapis material, mulai pasir, kerikil, batu, padas, lumpur dan air. 

Gempa berulang-ulang membuat pergerakan antarlapisan intens, dan lapisan paling berat di atas turun lintas lapisan.


Kondisi ini menyebabkan bangunan dan pepohonan bisa bergerak bergeser. Ada fenomena pula bangunan terhisap ke dalam tanah dan saat bersamaan lumpur naik ke atas.

Fenomena likuifaksi ini menyebabkan lebih dari 1.000 rumah di Palu dan sekitarnya amblas. 

Peta dari Lapan secara jelas menunjukkan citra kawasan perumahan yang hilang akibat pencairan tanah ini.

Fenomena Kedua


Tsunami yang menerjang Palu dan Donggala diperkirakan dipicu reruntuhan tebing laut, bukan karena tumbukan lempeng bumi. Kondisi itu diperparah terjadi di teluk

(berbentuk terompet) yang menyebabkan tekanan semakin besar menuju arah barat

Hery Harjono, Mantan Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI dalam artikel yang dibagikan ke group percakapan mengutip pendapat Nugroho Dwi Hananto, Geophysicist LIPI.

"Nugroho menduga penyebab tsunami adalah longsoran mengingat bentuk batimetri (kedalaman dasar laut) di Teluk Palu yang berbentuk lembah sempit dan curam. 

Bentuk ini bukti adanya sesar Palu-Koro yang mengiris teluk ini," tulis Hery Harjono.


Dia juga telah membaca data dari situs USGS (Survei Geologi Amerika Serikat) dan gempa pada Jumat (28/9) lalu itu hampir murni sesar mendatar. 

Ini mendorong kesimpulan tidak ada tsunami, atau kalaupun ada kecil.

Adapun gempa di utara Kota Palu berada di sesar Palu-Koro yang memanjang hampir utara-selatan. Sesar aktif ini membelah Sulawesi menjadi dua, barat dan timur. 

Di bagian utara khususnya di Teluk Palu, kenampakan sesar ini di bawah laut, berupa lembah sempit dan curam. 

Ujung selatan sesar ini menyatu dengan sesar Matano yang memanjang hampir barat-timur dan kemudian menyatu dengan sesar Sorong yang panjang itu.


"Sejatinya banyak bagian di wilayah kita yang terkoyak sesar-sesar aktif. 

Di sepanjang sesar-sesar itu serpihan lempeng tektonik bergerak sebagai respons terhadap tumbukan tiga lempeng raksasa: Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia."

Heri berpendapat, serpihan lempengan di Sulawesi itulah yang kini menyebabkan gempa di Palu. "Pada dasarnya BMKG sangat beralasan menghentikan peringatan tsunami karena gempa memiliki gerakan mendatar."

Namun demikian, kata dia, untuk membuktikan tsunami di Palu karena longsoran itu memerlukan jawaban ilmiah dengan bukti di lapangan. "Itu tak sulit dilakukan," tegasnya.

Hilangnya Desa Petobo


Desa Petobo di Palu, Sulawesi Tengah, hilang begitu gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang beberapa wilayah Sulawesi Tengah, Jumat 28 September 2018. 

Kepada ANTARA, Selasa 2 Oktober 2018, Dr Sukirman Nurdin dari Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu, memaparkan alasan ilmiah mengapa desa itu hilang ditelan bumi. 

Dia berbicara tentang tidak tepat bangun sebuah sistem irigasi yang kemungkinan tidak mempertimbangkan kondisi struktur geologis tanah di desa itu dan beberapa tempat lainnya.





Sumber: today.line.me
Loading...
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==